Rabu, 27 Mei 2009

Kesaksian Sadhu Sundhar Singh

suatu hari Sundar mengambil kitab orang Kristen dan di pekarangan sekolahnya ia mencabik-cabik dan membakarnya bersama teman-temannya yang lain. Hal ini tidak penah terjadi di desa itu. Tidak ada orang yang berani membakar kitab-kitab suci milik agama lain.

Bapanya Sardar Sheh Singh dipanggil dan ia menyaksikan sendiri tindakan berani anaknya. Sardar menyeret anaknya, “Apakah kamu gila? Mengapa kamu melakukan hal yang gila ini? Inikah yang diajarkan ibu-mu? Inikah caranya kamu membalas orang yang mengajar kamu? Aku memerintahkan kamu menghentikan tindakan yang gila ini!”

Setelah kejadian itu selama dua hari perasaan Sundar berkecamuk, ia bingung karena ibunya tempat ia bergantung sudah tidak ada lagi dan ayahnya merasa dipermalukan oleh dia. Ia merasa kosong dan tanpa pengharapan. Firman-firman dari kitab-kitab suci mengiang-ngiang dibenaknya. Dari Guru Nanak, “Aku tidak dapat hidup sesaat pun tanpa Engkau, ya Tuhan.” Dari Guru Arjim, “Kami merindukan Kau, ya Tuhan. Kami haus akan Engkau. Kami hanya menemukan damai dan istirahat di dalam Engkau.”

Itulah satu-satunya harapan. Jika ada Tuhan, maka biarlah Ia menyingkapkan jalan damai itu. Jika tidak ada Tuhan maka sia-sia meneruskan hidup ini. Setelah bergumul dengan kesia-siaan selama tiga hari, Sundar yang hanya berumur 15 tahun pada waktu itu memutuskan langkah yang seterusnya.

Ia bangun jauh sebelum fajar menyingsing dan melakukan mandi adat. Ia membaca mantra kuno sebagaimana yang diajarkan ibunya. Tetapi pagi ini, merupakan kali yang terakhir.

Sundar Singh menulis, Aku berdoa dalam keputus-asaan, “Tuhan, jika Engkau memang ada, nyatakanlah diri-Mu padaku. Jika aku tidak menerima jawabannya, aku akan membaringkan kepala aku di jalur trek kereta api. Aku akan mencari jawaban kepada pertanyaan ini di luar hidup ini.”

Sambil bermeditasi saya menunggu kereta api yang setiap pagi melewati kampung. Selang beberapa menit saya melihat sesuatu yang aneh. Terdapat sinar terang di kamar saya. Awalnya saya pikir ada benda yang sedang terbakar, tetapi setelah melihat ke luar jendela dan pintu, saya tidak menemukan sumber terang itu.

Kemudian, suatu pikiran muncul di benak saya, mungkin ini suatu jawaban dari Tuhan.

Jadi dengan segera saya kembali ke tempat saya biasanya berdoa dan terus memandang pada terang yang aneh itu. Tiba-tiba saya melihat suatu figur di dalam terang itu, muncul suatu perasaan yang aneh seolah-olah saya telah mengenal figur itu. Tapi sosok itu bukan tuhan2 saya yang sebagaimana saya harapkan.

Lalu saya mendengar suatu suara berbicara dalam bahasa Urdu, “Sundar, berapa lama lagi engkau akan mencemooh aku? Aku telah datang untuk menyelamatkan engkau karena engkau telah berdoa untuk mencari jalan kebenaran. Mengapa engkau tidak menerimanya?”

Di saat itulah saya melihat bekas-bekas darah di tangan dan kakinya dan dari situ saya tahu bahwa yang berbicara dengan saya adalah Yesus Kristus, sosok yang diproklamirkan oleh orang-orang Kristen itu. Dengan takjub saya tersungkur di kaki-Nya. Hati saya dipenuhi kesedihan dan penyesalan yang mendalam atas penghinaan dan perbuatan saya yang kurang ajar itu, tetapi di waktu yang bersamaan hati saya juga dipenuhi oleh damai sejahtera.

Inilah sukacita yang saya cari selama ini. Inilah surga….dan tiba-tiba visi itu hilang, tetapi damai dan sukacita di hati saya tetap menyertai saya.

Tidak ada komentar: